WENAS
VERSUS PUBLIK SINGAPURA
Terciduknya hacker asal
Indonesia dinegri jiran singapura.kasus ini sudah lama berselang
memang,tepatnya tahun 2000,tetapi patut dicatat dalam sejarah karena ini
pertama kali hacker asla Indonesia diadili di negeri asing.
Saat itu wenas yang
menggunakan nama maya hC didakwa melakukan aktivitas illegal terhadap server
dua buah perusahaan singapura,baik yang dilakukan nya sewaktu masih di
Australia maupun setelah mendarat di singapura.
Yang meringankan hukuman adlah
fakta bahwa usia terdakwa masih di bawah umur,yakni 15 tahun. Berikut petikan
berita yang ditulis oleh Donny BU yang meliput langsung persidangan Wenas
tersebut.
Saat hadir di persidangan
pengadilan rendah singapura divisi juvenile court, hacker terdakwa tersebut didampingi
oleh kedua orangtuanya, bahkan pihak kedutaan besar republic Indonesia (KBRI)
menugaskan Thony saut P.situmorang
(second secretary) dari bidang konsuler untuk hadir dipersidangan.
Persidangan digelar kamis
(20/7/2000) dalam bahasa inggris,persidangan dimulai pukul 10.15 waktu
singapura (rencana awal dimulai pukul 09.00) dan baru berakhir pukul 11.30.
Dalam persidangan tersebut bertindak selaku hakim adalah hakim MARK TAY dan
sebagai penuntut umum adlah jaksa chew,sedangkan pengacara yang mendampingi
terdakwa adlah mimi oh.
Hadir pula dlam persidangan
tersebut Mark koh, investigation officer computer crime branch CID (criminal
investigation department) singapura sebagai investigator dan yang menyusun
‘statement of fact’ (sof) yang berisi
kronologis lengkap tindakan fakta kasus hingga kerugian korban. Sof
bernomor
D/000603/001/D tersebut
merupakan bahan rujukan bagi jaksa chew dalam mengajukan tuntutannya.
Chew saat membacakan
tuntutannya memang menyadari usia
terdakwa yang masih dibawah umur,15 tahun,sebagai salah satu factor yang dapat meringankan
hukuman. Tetapi tidak tanggung-tanggung,berdasarkan sof yang disusun oleh Mark
Koh, terdapat 16 buah tuntutan yang merupakan tuntutan untuk setiap aktivitas yang
dilakukan oleh terdakwa secara ilegal di server dua buah perusahaan singapura,
baik yang dilakukan nya sewaktu masih di Australia amupun setelah mendarat
disingapura.
Pada saat persidangan
berlangsung, Mimi OH menyampaikan pembelaannya dengan harapan dapat mendapatkan
keringanan dari hakim. “ Dia (terdakwa) tidak bermaksud melakukan kriminalitas.
Dia tidak tahu bahwa
tindakannya adlah illegal dan melanggar hokum,” ujar Mimi Ohdi di depan
pengadilan.
Tampaknya hakim Mark Tay tidak
percaya dengan pembelaan tersebut. “ masak dia tidak tahu. Bernarkah dia tidak
mengerti bahwa aktivitas hacking itu illegal ?” tugas hakim Mark Tay .
pertanyaan tersebut disampaikan lebih dari satu kali, dan Mimi Oh selalu
mencoba menyakinkan pengadilan bahwa terdakwa memang tidak mengerti bahwa tindakannya ilegal. Selain itu, Mimi Oh
juga menegaskan bahwa semangat terdakwa yang sebelumnya akan menuntut ilmu di
singapura merupakan hal positif yang hendaknya menjadi pertimbangan.
Mengenai kelakuan sehari hari terdakwa dipergaulan
atau sekolahnya yang barangkali dapat meringankan hukuman. Ditolak oleh
pengadilan karena terdakwa belum cukup
lama berada di singapura sehingga hal tersebut belum dapat menjadi factor yang
meringankan.
Sampai persidangan usai, belum
dapat diambil keputusan mengenai kasus tersebut. Baik hakim, penuntut umum maupun pengacara terdakwa sama-sama
membutuhkan waktu tambahan untuk mempelajari kasus unik tersebut. Mengapa unik
? karena ternyata pengadilan rendah singapura baru kali ini menghadapi kasus cybercrime
yang melibatkan warga asing. Akhirnya pada siding final ditetapkan bahwa
terdakwa dikenai hukuman denda senilai Rp. 150 juta. Tidak dijelaskan secara
rinci ikhwal pasal-pasal yang dilanggar.
referensi :
- Magdalena,Merry.2007,CYBERLAW,Tidak Perlu Takut.Yogyakarta.CV.Andi Offset